Author: Livie jungiestar Yl / DorkyJung / L Hirasawa
DI LARANG COPAS TANPA SEIZIN AUTHOR!! APA LAGI TANPA MEMBERI CREDIT!!
Cast:
- Ham Eunjung as Ham Eunjung
- Park Hyomin as Ham Hyomin
- Lee Donghae as Lee Donghae
- Song Joongki as Song Joongki
Genre: SAD, FAMILY, ROMANCE
Length : 1 - 7
Cover Story by @Jungiestar1212 / Farra A. D.
Eunjung menatap pemandangan di luar kaca mobil, dipangkuannya ada sebuah tas besar lusuh. Perasaannya saat ini campur aduk, dia sedang berada di dalam mobil mewah yang sangat berbeda dengan penampilannya yang lusuh, rambut panjangnya awut-awutan tidak terurus, bahkan dia tidak sempat menyisir rambutnya, matanya masih memerah, badannya pun kurus kering, dia makan tidak teratur dan setiap hari hanya menangisi ibunya yang baru meninggal seminggu yang lalu karena mengidap penyakit gagal ginjal. Gadis 18 tahun itu baru saja merasakan guncangan yang besar dalam hidupnya, kematian ibunya. Satu-satunya orang yang paling dia cintai.
Ibu dan ayahnya sudah bercerai sejak dia masih berumur lima tahun, itu karena ibunya tidak setuju ayahnya membawa isteri keduanya untuk tinggal bersama mereka. Ayah Eunjung memang mempunyai dua isteri, setelah setahun menikahi ibu Eunjung, dia menikah lagi dengan janda cantik beranak satu. Ibu Eunjung dan isteri kedua ayahnya tidak pernah akur, Ibu Eunjung tinggal di rumah ayah Eunjung , sementara isteri kedua bersama kedua anaknya tinggal di apartemen. Suatu hari entah mengapa ayah Eunjung berencana membawa isteri kedua untuk tinggal bersama mereka, tentu saja terjadi pertengkaran antara Ibu Eunjung dan Ayahnya, lalu mereka akhirnya memutuskan bercerai.
Ibunya membawa dia pergi dari rumah itu, rumah mewah ayahnya. Ayah Eunjung adalah pengusaha sukses di Korea Selatan, ayahnya Ham Kun Hee merupakan pemilik perusahaan Hyundai group ,perusahaan elektronik terkemuka di Korea Selatan, Ibunya dan Eunjung lalu tinggal di rumah kecil, sempit dan kumuh. Ibunya berusaha sebagai orangtua tunggal untuk membiayai dirinya dan Eunjung. Saat dia masih kecil ayahnya sering datang untuk membawa uang, ayahnya sering menasehati ibu Eunjung untuk menerima uangnya dan pindah ke tempat lebih baik. Tapi ibu Eunjung selalu menolak uang ayahnya.
Pikiran Eunjung lalu melayang ke masa lalunya saat dia berusia delapan tahun.
Flash Back
Eunjung yang masih berusia delapan tahun dan duduk di sekolah dasar baru pulang sekolah, dia bersenandung riang, dia berhenti bersenandung saat mendengar suara ribut-ribut dari rumahnya yang kecil.
“PERGI DARI SINI!! AKU SUDAH BILANG TIDAK BUTUH UANGMU!!”
Terdengar suara teriakan ibunya dari dalam rumah.
Eunjung menghentikan langkah kakinya, dan diam terpaku di depan rumahnya. Pasti ayahnya datang lagi dan membuat ibunya marah. Tidak lama kemudian seorang pria setengah baya keluar dari rumahnya. Badannya tinggi, tegap dan mengenakan jas mahal. Wajah pria itu terlihat sedih, tapi saat dia melihat Eunjung yang berdiri di halaman rumah pria itu tersenyum senang. Pria itu mendekati Eunjung, dia berjongkok dan mengenggam jemari Eunjung yang kecil.
“Kau baru pulang sekolah?” Tanya ayahnya,
Eunjung mengangguk.
Lalu pria itu memeluknya erat, dia hanya mematung.
Pria itu lalu menatap Eunjung dari atas ke bawah, dia melihat sepatu Eunjung yang solnya sudah rusak dan sepatu itu sudah begitu jelek dan kumal.
“Sepatumu sudah rusak?” kata ayahnya menatap Eunjung.
Eunjung hanya mengangguk.
“Omma tidak membelikanmu sepatu baru?” Tanya ayahnya.
“Omma bilang sepatunya masih bisa di pakai, Omma akan pergi ke tukang jahit sepatu.” Kata Eunjung pelan sambil menunduk.
Pria itu menghela napas, ada rasa pedih di hatinya karena anaknya harus hidup begitu menderita. Pria itu lalu mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya.
“Untukmu.” Kata ayahnya sambil tersenyum.
Eunjung menggeleng.
“Omma bilang aku tidak boleh menerima uang ahjussi, kami bukan pengemis.” Kata Eunjung.
“Aku bukan ahjussi, aku appamu sendiri, ambillah.”
Eunjung masih menggeleng.
“Kau harus membeli sepatu baru, kakimu bisa sakit.” Kata ayahnya lagi.
Eunjung menatap lembaran uang itu, dalam hatinya dia ingin sekali mengambil uang itu. Sepatunya yang sudah rusak sering menjadi ejekan teman-temannya di sekolah.
“Ayo ambillah, rahasiakan saja dari ibumu.”
Eunjung masih menggeleng. Ayahnya menghela napas.
“Baiklah kalau begitu.” Ayahnya menyimpan lagi uang itu ke dompetnya.
“Apa kau sudah makan?” Tanya ayahnya.
Eunjung menggelengkan kepalanya lagi.
“Aku juga belum makan, ayo kita makan bersama.” Kata ayahnya.
“Omma akan marah, kalau aku pergi dengan ahjussi.” Kata Eunjung.
“Cukup hari ini saja, hari ini adalah ulang tahun Appa. Hari ini saja kau menemani Appamu ini.”
Walau awalnya menolak tapi akhirnya Eunjung juga terbujuk untuk ikut pergi dengan ayahnya, karena dalam hatinya dia sendiri sangat merindukan ayahnya. Dia lalu di ajak ke restoran mahal yang tidak pernah dia kunjungi, dia boleh makan sebanyak-banyaknya, dan ayahnya terlihat bergitu bahagia saat bersamanya, saat pulang ayahnya juga membelikan sepatu baru, Eunjung menolak tapi ayahnya memaksa Eunjung untuk menerima sepatu itu.
Malamnya mobil mewah ayahnya memasuki halaman rumahnya yang sempit.
“Terima kasih untuk hari ini.” Kata Eunjung.
Dia tidak bisa menyembunyikan perasaannya yang juga sama senang dengan ayahnya, tangan kanannya menggenggam plastik berisi kotak sepatu. Sepasang sepatu yang cantik dan mahal.
“Lain kali kita pergi sama-sama lagi.” Kata ayahnya.
Eunjung turun dari mobil dan melambai pada ayahnya, mobil mewah itu lalu meluncur ke jalanan dan hilang dari pandangan. Ini adalah pertama kalinya Eunjung pergi dengan ayahnya, selama ini dia selalu menolak karena takut di marahi ibunya. Eunjung membuka pintu rumahnya yang rupanya tidak dikunci, takut-takut dia masuk ke dalam. Ibunya sedang duduk di ruang tamu mereka yang sempit.
“Kau dari mana saja?” Tanya ibunya.
Eunjung hanya terdiam.
“Aku sudah bilang, kau tidak boleh pergi dengan pria itu!!” kata ibunya lagi.
Eunjung menunduk, ibunya menatap plastik yang ada di tangannya.
“Apa itu? Apa yang dia berikan padamu!!”
“Appa membelikan aku sepatu..” kata Eunjung takut-takut.
“Appa? Sejak kapan kau memanggil pria berengsek itu dengan sebutan Appa?”
Eunjung hanya terdiam, tangannya bergetar. Dia merasa ketakutan.
Ibunya merebut plastik itu dengan paksa dan melihat isinya.
“Sepatu yang mahal? Omma akan mengembalikan sepatu ini pada pria berengsek itu!!” kata ibunya.
Mata Eunjung menatap sepatu itu, sepatu yang sudah lama dia inginkan.
“Tapi..tapi.. sepatuku yang sekarang rusak.” Kata Eunjung sambil menatap sepatunya.
“Omma sudah bilang akan membawa sepatumu ke tukang jahit.” Kata ibunya.
“Sudah berkali-kali di jahit, sol sepatuku selalu lepas.” Kata Eunjung.
“Jangan bilang kau menginginkan sepatu ini?” kata ibunya.
“Mengapa aku tidak boleh menginginkannya? Omma tidak bisa membelikan aku sepatu baru.” Kata Eunjung, air matanya mulai menetes membasahi pipinya.
“Mwo? Jadi sekarang kau mulai menyalahkan aku? Karena aku tidak mampu membelikanmu sepatu baru?”
“Bukan begitu..” kata Eunjung sambil terisak.
“Omma tetap akan mengembalikan sepatu ini!!” kata ibunya.
“Aku ingin sepatu itu!! Teman-teman di sekolah selalu menghinaku!! Apa aku salah menginginkan sepatu itu!!” Eunjung berteriak sambil menangis kencang.
Ibunya terdiam, menatap Eunjung sekilas lalu menunduk.
“Benar, omma memang tidak mampu walaupun hanya membelikanmu sepatu baru, ini salah omma. Harusnya omma tidak membawamu pergi dari rumah itu, kau bisa hidup bahagia jika bersama pria itu. Kau mulai merasa menyesal kan karena tinggal dengan ibumu yang miskin ini?”
“Bukan begitu….” Kata Eunjung masih menangis.
“Kalau begitu tinggal saja dengan pria itu!! Keluar dari rumah ini!! Kau bisa hidup bahagia!!!”
Ibunya memasuki kamar dan memasukkan baju-baju Eunjung dalam tas. Eunjung memasuki kamar, terkejut melihat ibunya yang memasukkan baju-bajunya dalam tas.
“Apa yang omma lakukan?” kata Eunjung.
“Kau harus pergi daru rumah ini, kau harus tinggal dengan ayahmu!!” kata ibunya.
Eunjung memegang tangan ibunya dan menangis keras.
“Tidak omma..tidak…. aku tidak ingin pergi…”
Ibunya tidak peduli dia menarik tangan Eunjung keluar, juga melempar tas Eunjung keluar dari rumah lalu mengunci pintu.
“Omma!!!Omma!!!” Eunjung mengetuk pintu.
“Pergi saja ke tempat ayahmu!!!”
“Omma!!!! Bukakan pintu!! Aku ingin tinggal di sini Omma!!!” Eunjung mengetuk pintu makin keras dan air matanya mengalir deras.
“Pergi saja!! Kau bisa hidup mawah jika tinggal di sana!!!”
“Omma!! Jangan membuangku!!! Ampuni aku!!”
Eunjung terus mengetuk pintu.
“Aku tidak ingin sepatu itu!!! Aku ingin terus bersama Omma!!”
Tidak lama kemudian pintu rumah terbuka, ibunya juga sedang menangis. Eunjung menghambur masuk ke dalam dan memeluk ibunya.
“Omma jangan usir aku..aku ingin tinggal di sini..” kata Eunjung masih terisak.
“maafkan Omma..” kata Ibunya sambil memeluknya erat.
Sejak saat itu Eunjung tidak pernah lagi ingin menemui ayahnya, dia selalu menghindari ayahnya.
End of Flash Back
“Agashi, kita sudah sampai.” Kata sopir yang duduk di kursi kemudi.
Suara sopir itu membangunkan Eunjung dari lamunannya akan masa lalu, mobilnya sudah memasuki pekarangan yang luas. Berdiri lah rumah megah bertingkat tiga di pekarangan yang luas itu. Sopir lalu membukakan pintu untuk Eunjung, Eunjung keluar dari mobil, dia merindukan rumah ini, di rumah ini ada kenangan indah saat dia masih kecil, sekaligus kenangan buruk.
Sebelum kematian ibunya, dia sempat datang ke rumah ini. Saat itu ayahnya sedang pergi ke luar negeri karena urusan bisnis, dia datang untuk meminta bantuan uang untuk pengobatan ibunya pada ibu tirinya, tapi apa yang dia terima? Caci maki dari ibu tiri dan saudara tiri perempuannya, karena dia tidak mampu membiayai operasi akhirnya ibunya meninggal. Dia datang kembali ke rumah ini karena ayahnya sendiri yang memintanya, dan dia kembali untuk balas dendam. Atas kematian ibunya dia bersumpah akan menghancurkan keluarga ini.
------
Seorang Pelayan wanita tergesa-gesa memasuki ruang tamu, dia ingin melapor pada nyonyanya kalau Eunjung sudah datang. Jun Inhwa seorang wanita setengah baya, tinggi langsing dan masih cantik duduk di sofa bersama kedua anaknya, anak pertamanya adalah anak laki-laki dari pernikahan pertamanya sehingga tidak mempunyai hubungan darah dengan ayah Eunjung dia bernama Lee Donghae, anak keduanya adalah anak perempuannya dari pernikahan dirinya dengan ayah Eunjung namanya Ham Hyomin.
“Nyonya dia sudah datang.” Kata Pelayan itu.
“Suruh dia menghadap aku.” Kata wanita itu dengan dingin.
Tidak lama kemudian Eunjung memasuki ruangan, sambil menenteng tas kumal besar yang berisi pakaiannya.
Hyomin dan Ibunya memandang dengan perasaan tidak suka pada Eunjung.
“Duduklah.” Kata ibu tirinya.
Eunjung duduk di kursi yang berada di seberang tempat ibu tirinya duduk.
“Apa kau benar-benar ingin tinggal di sini?” Tanya ibu tirinya.
“Tentu saja, ini adalah rumahku. Sebelum kalian datang dan merebutnya.” Kata Eunjung, dia menegakkan kepalanya saat berbicara.
“Aku tahu kau tidak suka padaku, dan aku juga sama. Aku tidak suka tinggal bersama denganmu, tapi ayahmu tidak mau mendengarnya. Bagaimana kalau kau meminta ayahmu untuk membelikanmu apartemen mewah? Kita tidak bisa tinggal dalam satu atap.” Kata ibu tirinya.
Eunjung tersenyum kecil, lalu menatap tajam pada ibu tirinya.
“Sudah aku bilang awalnya ini adalah rumahku, mengapa harus aku yang pergi? Kalau kalian tidak suka melihat mukaku, kalian yang pergi!” kata Eunjung.
“Kau berani-beraninya berbicara begitu pada ibuku? Kau tidak punya sopan santun!!” Hyomin bangkit berdiri dan berteriak pada Eunjung.
“Sopan santun? Orang yang tidak berperikemanusiaan seperti kalian masih mempersalahkan sopan santun? Kalian begitu lucu.” Eunjung mulai tertawa kecil.
“Kau benar-benar!!” Hyomin merasa kesal, mukanya memerah menahan marah.
“Hyomin!! Duduk!!” perintah ibunya.
Hyomin lalu duduk dan memandang benci kepada Eunjung.
“Aku datang ke sini untuk mengambil apa yang seharusnya menjadi milikku, berhati-hatilah kalian.” Kata Eunjung sambil berusaha menyembunyikan suaranya yang sedikit bergetar, dia tidak mau terlihat lemah.
“Kau….apa yang kau rencanakan?” kata ibu tirinya.
“Mengapa? Mulai merasa ketakutan? Aku akan membuat hidup kalian tidak tenang setiap hari,menurutmu apa yang bisa Appaku lakukan pada kalian kalau dia tahu karena kalian ibuku meninggal?”
Ibu tirinya terdiam, begitu pula dengan Hyomin, Donghae memandang Eunjung dengan perasaan bersalah.
“Karena kalian tidak ingin memberikan uang dan membiayai pengobatan akhirnya ibuku meninggal!! Bagaimana kalau ayahku tahu? Kalian yang licik tidak ingin memberikan uang padaku? Bagaimana?” Tanya Eunjung.
“Jadi apa yang kau inginkan?” kata ibu tirinya.
“Jadi jangan macam-macam denganku, kalau tidak aku akan mengatakan masalah ini pada ayahku.” Kata Eunjung.
Ibu tirinya memandang Eunjung, dia di ancam seorang anak yang baru berusia 18 tahun? Menggelikan.
“Walau kau menceritakan, ayahmu tidak akan mengusir kami dari rumah ini.” Kata ibu tiri Eunjung.
“Memang tidak, tapi kepercayaannya pada kalian akan hilang. Dia tidak akan percaya lagi pada kalian.” Kata Eunjung.
“Apa maksudmu?” kata Hyomin kesal.
“Apa kalian berpikir setelah mendengar masalah ini ayahku akan membagi harta warisannya pada kalian nanti? Tidak, Dia akan semakin kasihan padaku dan memberikan semuanya padaku. Juga perusahaannya, dia tidak akan membiarkan anakmu untuk menjalankannya, karena kepercayaannya pada kalian sudah hilang.” Kata Eunjung
“itu tidak mungkin!!” Hyomin menjerit.
“Kalian tidak akan mendapatkan sepeser pun.” Kata Eunjung.
Ibu tirinya hanya diam dan tidak bisa menjawab, begitu memalukan. Dirinya mulai merasa takut mendengar gertakan gadis yang baru berusia 18 tahun ini. Suasana lalu hening, mereka saling bertatapan. Donghae yang dari tadi diam lalu bangkit dari duduknya dan mendekati Eunjung.
“Ayo aku antar ke kamarmu.” Kata Donghae pada Eunjung.
“Yah..oppa..apa maksudmu? Kamar siapa? Omma belum mengizinkan dia tinggal di sini.” Kata Hyomin pada Donghae.
“Bukankah Appa sudah setuju? Dan juga dia ingin tinggal di sini.” Kata Donghae.
“Tidak perlu kau antar, aku bisa sendiri.” Kata Eunjung.
-------
Hyomin memasuki kamar Donghae, dia duduk di tepi ranjang. Donghae sedang duduk di mejanya mengerjakan tugas sekolahnya.
“Oppa.. aku benar-benar tidak suka dia tinggal di sini, dia menakutkan.” Kata Hyomin.
“Kita yang salah saat itu, wajar saja dia seperti ini.” Kata Donghae.
“Apa maksudmu? Mengapa kita yang salah?” Hyomin mulai kesal pada Donghae.
“Kalau sendainya waktu itu kita memberikan bantuan padanya, dia tidak akan seperti sekarang.” Kata Donghae.
“Kita memberikan bantuan juga belum tentu operasi ibunya berhasil.” Kata Hyomin.
“Sudahlah, jangan membicarakan ini lagi.” Kata Donghae.
“Oppa kau kenapa? Jangan berpura-pura baik kita ada di pihak yang sama.”
“Keluar, aku sibuk.”
Hyomin menghentakkan kakinya kesal saat bangkit dari ranjang, lalu dia keluar kamar dan membanting pintu. Donghae lalu melanjutkan mengerjakan tugasnya, tapi pikirannya tidak tenang. Dia teringat dengan Eunjung, perasaan bersalah menjalarinya.
Flash Back
Donghae turun dari mobil, dia melihat seorang gadis berambut panjang sedang berlutut di halaman depan rumahnya. Donghae berjalan mendekati gadis itu. Gadis itu berlutut dan pandangan matanya terus memandang rumah yang ada di depannya. Donghae menatap wajah gadis itu, keringat mulai menetes di pelipis wajah gadis itu. matahari sedang bersinar terik di atas.
“Kau siapa?”Mengapa berlutut di sini? " Tanya Donghae.
Gadis itu tidak menjawab. Dia tidak mengacuhkan Donghae, Donghae lalu memasuki rumahnya dan melihat ibunya dan Hyomin sedang menatap gadis itu dari jendela.
“Siapa dia?” Tanya Donghae.
“Dia datang ingin mengemis, meminta uang untuk pengobatan ibunya, dia pikir dia siapa.” Kata Hyomin.
“Apa dia anak dari isteri pertama yang pernah Ahjussi ceritakan?” Tanya Donghae, dia memanggil ayah tirinya dengan sebutan ahjussi.
Hyomin mengangguk, sambil terus menatap jendela.
“Kalau begitu mengapa kita tidak memberikan bantuan? " Kata Donghae lagi.
"Yah apa kau lupa? selama ini bukannya Appa selalu berusaha membantu mereka, tapi mereka yang selalu menolak mentah-mentah. Lalu untuk apa sekarang dia datang memohon ke sini." jawab Hyomin.
"Ahjussi akan marah kalau dia tahu kejadian ini." kata Donghae lagi.
Ibu tirinya dan Hyomin hanya diam dan tidak menanggapi Donghae. Setiap jam Donghae selalu mengecek lewat jendela, dia memperhatikan Eunjung yang masih berlutut di depan rumah. Hingga malam dan hujan mulai turun, Donghae mulai khawatir Eunjung masih berlutut di depan rumahnya.
Donghae keluar sambil membawa payung, dugaannya benar. Eunjung yang basah kuyub menggigil kedinginan masih berlutut.
“Pulanglah..” kata Donghae pada Eunjung.
Eunjung masih diam dan tidak mempedulikan Donghae.
“Ibuku tidak akan mendengarkanmu, sia-sia kau seperti ini, pulanglah.” Kata Donghae.
Eunjung masih berlutut dan tidak mendengarkan Donghae.
“kau bisa kedinginan.” Donghae menyodorkan payung pada Eunjung.
Eunjung menepis payung itu.
“Kau kira aku butuh payung??? Aku butuh bantuan kalian!!! Ibuku sedang kritis di rumah sakit!!!” Eunjung berteriak, air matanya menetes bercampur dengan air hujan.
“Ibuku orang yang keras kepala dia tidak akan memberikan bantuan padamu, Ayahmu tidak ada di sini, kau tidak bisa berbuat apa-apa… pulanglah.” Kata Donghae.
Eunjung berusaha bangkit, tapi lututnya lemas karena terlalu lama berlutut. Melihat Eunjung yang kesulitan bediri, Donghae lalu membantunya.
“Jangan sentuh aku!!” Eunjung menepis tangan Donghae, tapi dia lalu kehilangan keseimbangan dan terjatuh.
Donghae berjongkok di dekat Eunjung.
“Naiklah, aku akan menggendongmu.” Kata Donghae.
“Tidak mau!!” Eunjung memukul-mukul punggung Donghae.
Donghae menarik kedua lengan Eunjung paksa untuk mengalungkan kedua lengan itu ke lehernya, lalu dia mulai menggendong Eunjung di punggungnya. Eunjung ingin berontak, tapi badannya terlalu lemah.
“Aku akan mengantarmu pulang.” Kata Donghae.
Donghae menggendong Eunjung dan berjalan keluar dari rumahnya.
“Di mana rumahmu?” Tanya Donghae, dia mengeraskan suaranya karena hujan masih turun cukup deras.
“Kalian kejam..kalian kejam..” kata Eunjung masih menangis.
Dia memukul-mukul pundak Donghae dengan tenaga yang masih dia miliki.
End of Flash back
Donghae mulai memejamkan matanya, seandainya dia bisa membujuk ibunya saat itu. Semua ini tidak akan terjadi, dia mulai merasa kasihan kepada Eunjung, apa Eunjung juga membencinya?
-----
Eunjung meletakkan pigura yang berisi foto ibunya di atas meja rias,lalu dia memandang sekeliling kamar barunya. Kamar besar dan mewah, dengan ranjang besar empuk dengan tiang-tiang tinggi.
“Selama ini mereka hidup begitu mewah, sementara aku dan ibuku? Tidak adil.” Kata Eunjung.
Dia mulai merasa marah akan keadaan ini, bertahun-tahun dia dan ibunya hidup memperihatinkan. Sementara isteri kedua dan anak-anaknya hidup bahagia.
“Mulai sekarang kalian akan berhenti tertawa, bahkan tersenyum pun kalian tidak akan sanggup.” Tangan Eunjung mencengkram pigura foto ibunya.
TOK..TOK..TOK…
Seseorang mengetuk pintu kamarnya.
“Siapa?” Tanya Eunjung.
“Ini Appa.” Terdengar suara laki-laki yang berat.
Eunjung lalu membuka pintu kamarnya, pria yang berdiri di depannya masih tinggi dan tegap. Tapi terlihat lebih tua dan mulai lelah, di wajahnya mulai banyak kerutan dan sebagian rambutnya sudah berwarna abu-abu hampir memutih.
“Boleh aku masuk?” Tanya ayahnya.
Eunjung mengangguk, ayahnya masuk dan duduk di kursi berlengan yang ada di samping ranjang Eunjung, sementara Eunjung sendiri duduk di tepi ranjangnya.
“Apa kau suka kamar ini? Atau terlalu sederhana untukmu? Biasanya anak perempuan suka yang bernuansa pink, seperti kamar Hyomin. Apa kau tertarik untuk mendesainnya seperti itu?” Tanya ayahnya.
Eunjung menggeleng.
“Tidak, ini saja sudah terlalu mewah untukku. Biasanya aku dan Omma tidur berdesak-desakan di ranjang sempit.” Kata Eunjung, dari nada suaranya dia terlihat ingin menyindir ayahnya.
Ayahnya terbatuk kecil, dan menatap Eunjung dengan perasaan bersalah.
“Kalau Omma masih hidup, harusnya kau membawa dia kembali ke rumah ini. Dia terlalu benyak menderita.”
Suara Eunjung bergetar, matanya mulai berkaca-kaca. Eunjung menelan ludah berusaha menahan tangisnya.
“Aku sudah berusaha untuk membiayai kehidupan kalian, tapi ibumu selalu menolak.” Kata ayah Eunjung dengan suara pelan.
“Benar, ini bukan salahmu. Aku saja yang terlalu terkejut karena perbedaan kehidupan kita sangat jauh.” Kata Eunjung.
Ayahnya mengulurkan tangan dan menggenggam tangan Eunjung.
“Mulai sekarang kau tidak akan pernah hidup menderita lagi, Appa berjanji akan membahagiakanmu.” Kata ayahnya.
“Benarkah? apa Appa mencintaiku?” Tanya Eunjung.
“Tentu saja.”
“Apa Appa bisa mencintaiku lebih dari mencintai isterimu yang sekarang dan kedua saudara tiriku?, apa Appa bisa menyanyangiku lebih dari mereka?”
Ayahnya tertegun mendengar kata-kata Eunjung.
“Aku akan mencintai dan meyanyangi kalian sama rata.” Kata ayahnya.
Eunjung melepas genggaman ayahnya dan menoleh ke arah lain.
“Selama ini mereka sudah banyak bahagia, dan aku selalu menderita. Harusnya Appa lebih menyayangiku dan mencintaiku dari mereka.” Kata Eunjung.
Dalam pikiran Eunjung saat ini adalah dia harus secepatnya mengambil hati ayahnya, karena tempatnya untuk berlindung dan menjadi kekuatannya untuk mengancam yang lain adalah ayahnya.
“Apa lagi sekarang Omma sudah tidak ada, aku hanya sendirian.” Air mata Eunjung menetes.
“Mengapa kau menangis? Kau tidak sendirian, ada Appa di sini.”
Eunjung tidak menjawab, dan hanya menunduk sedih.
“ Baiklah, aku akan memberi perhatian lebih padamu.” Kata Ayahnya lembut.
-----
Semua sudah berkumpul di meja makan kecuali Eunjung, masing-masing menyantap sarapan mereka. Eunjung menuruni tangga, dia sudah memakai seragam sekolah, ini adalah hari pertamanya masuk sekolah yang sama dengan Donghae dan Hyomin. Eunjung memakai bandana putih, rambut panjangnya yang indah terurai. Dia terlihat rapi dan bersih, berbeda dengan penampilannya kemarin saat datang ke rumah ini.
“Aigoo, putriku cantik sekali.” Kata ayahnya.
Hyomin memandang tidak suka pada Eunjung, apa lagi saat mendengar kata-kata ayahnya yang memuji Eunjung.
“Cepatlah sarapan, aku tidak ingin kami terlambat hanya karenamu.” Kata Hyomin pada Eunjung.
“Hyomin, kau harus memanggil dia Onnie. Umurnya sama dengan Donghae, dia kakakmu.” Kata ayahnya.
Hyomin hanya diam dan meneruskan makannya.
------
Hyomin, Donghae dan Eunjung sudah berada di dalam mobil. Sopir mereka mengantar mereka pergi sekolah, Donghae duduk di depan di sebelah sopir, Eunjung dan Hyomin duduk di belakang.
“Mengapa kau harus pindah sekolah? Lagi pula ini tahun ketigamu, dan beberapa bulan lagi kau akan lulus.” Kata Hyomin.
“Aku pindah sekolah tidak ada urusannya denganmu.” Kata Eunjung.
“Tentu saja urusanku! Aku muak kalau harus melihat mukamu setiap hari!”
“Sayangnya kau akan melihat mukaku setiap hari, makin kau tidak suka padaku, aku akan sengaja selalu muncul di depanmu.”
Hyomin memalingkan wajah, tiba-tiba Eunjung berpikir untuk membuat Hyomin marah.
“Appa bilang dia akan memberi perhatian lebih padaku dari kalian berdua, dia akan lebih menyayangiku.” Kata Eunjung.
Donghae yang duduk di depan hanya diam, sementara Hyomin menoleh dan menatap Eunjung kesal.
“Bohong!! Anak kesayangan Appa adalah aku!!”
Eunjung makin senang melihat kemarahan Hyomin.
“Itu dulu, tapi sekarang Appa akan lebih menyayangiku dari pada kau. Apa lagi kalau Appa tahu dulu kau pernah menghinaku dan mengataiku pengemis.” Kata Eunjung.
“Yah kau ini!!!” Hyomin berteriak.
“Hyomin diamlah, kau tidak perlu membalas kata-katanya, dia hanya sengaja hanya ingin membuatmu kesal. Biarkan saja dia.” Kata Donghae.
------
Song Joongki menaiki tangga menuju loteng sekolah paling atas, lagi-lagi dia bolos. Jongki membuka pintu dan menghirup udara segar di atas loteng, Joongki merebahkan badannya di lantai, sambil menutupi matanya yang silau karena cahaya matahari pagi yang mulai bersinar. Ini adalah rutinitasnya setiap bolos di jam pelajaran sekolah, tidur di loteng.
Saat sudah tidur beberapa jam Joongki perlahan membuka matanya, dia melihat ada yang berdiri di dekatnya, siapa itu?, Jongki memicingkan matanya. Seorang gadis manis berambut panjang dan memakai bandana putih, sedang berdiri di dekatnya dan menatap pemandangan dari atas loteng. Gadis itu sepertinya sedang melamun.
“Hei…” panggil Joongki.
Tapi gadis itu tidak menoleh, apa gadis itu tidak mendengarnya?
“Hei!!!” panggil Joongki lebih keras.
Gadis itu menoleh pada Joongki sekilas, tapi seperti tidak peduli pada Joongki dan sekarang gadis itu malah memandang langit. Joongki lalu bangkit dan berdiri di sebelah gadis itu.
“Kau sedang memandang apa?” Tanya Joongki ikut melihat langit.
Gadis itu masih tidak mempedulikannya. Joongki memperhatikan wajah gadis itu, ini pertama kalinya dia melihat wajahnya.
“Kau kelas berapa? Aku baru melihatmu?”
Sekarang gadis itu malah menggeser langkahnya agar menjauh dari Joongki dan masih terus memandang langit.
“Yah gadis ini kenapa?” Joongki mulai merasa kesal.
“Apa kau tahu? Loteng ini adalah tempatku! Kau seenaknya datang ke sini!” kata Joongki.
“Mulai sekarang jadi tempatku, karena aku suka tempat ini.” Gadis itu akhirnya berbicara.
“Mwo? Apa maksudmu?” Tanya Joongki heran.
Gadis itu tidak menjawab lagi, lalu gadis itu melangkah pergi dari loteng.
“Sungguh gadis aneh.” Gumam Joongki.
--------
Joongki memasuki kelas, ini adalah jam pelajaran terakhir. Dia duduk paling belakang dan selama ini duduk sendirian, tapi gadis berbandana putih yang ditemuinya di loteng sekarang duduk di sebelahnya. Jongki menatap gadis itu dan gadis itu hanya menatapnya sekilas, lalu menunduk.
“Kau? Mengapa bisa duduk di sini?” Tanya Joongki.
Gadis itu tidak menjawab.
“Aku benar-benar akan gila, apa kau tuli?” Tanya Joongki lagi.
Guru mereka lalu memasuki kelas, jam pelajaran terakhir adalah pelajaran bahasa korea. Guru mereka seorang wanita yang cantik dan masih single.
“Kita kedatangan murid baru?” kata guru mereka melihat Eunjung di samping Joongki.
“Ne..” jawab murid-murid sekelas serempak.
“Siapa namamu?” Tanya guru itu.
“Ham Eunjung.” Jawab gadis yang duduk di sebelah Jongki.
Guru itu lalu menambahkan nama Eunjung di daftar absennya, lalu dia mulai mengabsen murid-murid. Joongki terus memperhatikan Eunjung dan sepertinya Eunjung merasa canggung.
“Apa kalian tahu ini hari apa?” Tanya guru mereka sambil tersenyum.
“Hari rabu?” kata Joongki.
“Ini adalah hari ibu.” Kata gurunya.
“Ooooohhhhh……….” Kata murid-murid serempak.
“Tugas kalian hari ini, aku berikan waktu 30 menit untuk mengarang mengenai ibu kalian, ini mudah bukan?” kata gurunya.
Gurunya lalu membagikan lembaran kertas kosong ke semua muridnya.
“Aish..aku benar-benar tidak bisa mengarang.” Kata Joongki.
Joongki menoleh pada Eunjung, gadis itu menulis dengan lancar tapi sepertinya kertasnya basah, air mata gadis itu menetes dan membasahi kertas karangannya.
“Kau kenapa?” Tanya Joongki.
Eunjung mengelap air matanya yang menetes, juga berusaha membersihkan kertas dari air matanya. Tapi kertas itu terlanjur basah, dan tinta penanya luntur karena air matanya.
“Seungsennim..aku butuh kertas baru.” Kata Joongki.
Joongki lalu maju ke depan dan mengambil kertas baru, lalu dia menyerahkannya pada Eunjung.
“Pakai ini.” Kata Joongki.
Eunjung menerima kertas itu, dia berusaha menahan tangisnya dan mulai menulis lagi, Joongki terlalu sibuk memperhatikan Eunjung bahkan dia lupa untuk menulis karangannya sendiri. 15 menit kemudian guru mereka bangkit dari duduknya.
“Waktunya habis.” Kata guru mereka.
“Aku belum menulis apa-apa..” kata Joongki kesal sambil melempar penanya.
“Sebelum kertas karangan dikumpulkan, bagaimana kalau kita meminta salah satu dari kalian untuk membacakan karangan?”
Gurunya menatap murid-muridnya satu persatu.
“Bagaimana kalau murid baru yang membacakan karangannya?”
Eunjung sedikit tersentak kaget, lalu perlahan dia bangkit dari duduknya dan memandang sekeliling kelas, lalu dia mulai menatap karangannya, tangannya yang memegang kertas karangan sedikit bergetar.
“Ayah dan ibuku bercerai saat aku berusia lima tahun….” Eunjung membaca dengan suara pelan.
“Yah kami tidak dengar kau bicara apa..” kata murid lain memotong kata-kata Eunjung.
“Bisa kau membacanya dengan lebih keras?” Tanya gurunya.
Eunjung mengangguk dan membaca dengan suara yang lebih keras.
“Ayah dan ibuku Bercerai saat aku berusia lima tahun, ibuku membawaku pergi dari rumah ayah dan tinggal di rumah kecil.”
Eunjung berhenti membaca sesaat, air matanya mengalir lagi. Dia menghapus air matanya, sambil berusaha menahan tangisnya dia mulai membaca lagi.
“Ibuku bekerja serabutan untuk membiayai kehidupanku, pagi hingga malam dia melakukan apa saja yang bisa dia lakukan.” Suara Eunjung mulai bergetar.
Seisi kelas hening mendengar cerita Eunjung.
“Ibuku…..” Eunjung berhenti membaca, Air matanya mengalir lagi, dan lebih deras dari sebelumnya.
Eunjung berusaha menghapus air matanya, tapi seperti keran bocor air matanya tidak bisa berhenti mengalir.
“Mianhe….” Kata Eunjung terbata-bata.
Semua orang menatapnya heran.
“Mianhae, aku tidak bisa.. aku tidak bisa membacakannya.” Kata Eunjung lagi.
Eunjung meletakkan karangannya di atas meja, lalu dia berlari keluar dari kelas, semua murid menatapnya termasuk gurunya.
“Kalau begitu yang lain saja membacakannya. Ada yang berminat?” Tanya gurunya.
Murid yang duduk paling depan lalu berdiri dan membacakan karangannya, Joongki menatap kertas karangan Eunjung. Ada tetes air mata di sana. Joongki meraih kertas itu dan membaca bait terakhir.
Hingga akhirnya Ibuku meninggal karena gagal ginjal, kami terlalu miskin tidak bisa membiayai operasi ibuku. Aku sering bertanya-tanya apa dia sekarang di sana bahagia? Aku merindukannya, Sangat merindukannya, merasa ibuku masih berada di sampingku, saranghae omma……..
--------
Eunjung membuka pintu mobil, sudah ada Donghae yang duduk di sana. Donghae menggeser duduknya, Eunjung duduk di sampingnya. Donghae memperhatikan muka Eunjung yang masih memerah dan matanya sembab.
“Kau habis menangis?” Tanya Donghae.
“Mengapa? Apa aku terlihat lemah saat aku menangis? Dan kau ingin menindasku?” kata Eunjung.
“Tidak, kau sekarang berbeda. Kau tidak seperti gadis yang pernah berlutut di depan rumah.” Kata Donghae.
“Apa maksudmu? Apa kau berpikir aku lemah karena aku pernah berlutut?”
“Benar, aku memang berpikir begitu.” Kata Donghae pelan.
Eunjung menatap Donghae.
“Aku tidak selemah dulu, kalian yang membuat aku berubah.” Kata Eunjung dengan nada benci.
“Aku tahu, tapi bukankah sebenarnya kau masih lemah, kau justru terlihat makin lemah sekarang, ketakutan dan berpura-pura kuat, kau hanya bisa menggertak, dan bersembunyi di balik badan ayahmu.” Kata Donghae sambil menatap Eunjung.
Eunjung tertegun, kata-kata Donghae tadi tidak sepenuhnya salah, ada yang benar..tidak benar-benar sial, bahkan semuanya benar.
“Tidak perlu khawatir, itu bagus. Teknik seperti itu tidak mempan padaku, tapi ibuku dan Hyomin memang mulai takut padamu.”
“Apa maksudmu berbicara seperti ini padaku?” Tanya Eunjung.
“Mulanya aku takut kau akan ditindas ibuku, tapi sepertinya aku tidak perlu khawatir, teruslah seperti sekarang.”
“Apa kau sekarang berusaha menarik simpatiku? Ah aku tahu, kau takut tidak kebagian warisan ayahku.” Kata Eunjung.
“Aku tidak tertarik dengan harta ayahmu, aku cukup sadar diri aku bukan darah dagingnya.”
“Bohong, kau pasti tertarik dengan harta ayahku..bertahun-tahun kau hidup dalam kemewahan, tidak mungkin kau tidak berpikir ingin menikmatinya terus.”
Donghae menatap Eunjung dan tersenyum.
“Tentu saja aku pernah memikirkan itu, tapi kau yang selama ini tidak mendapat kebahagiaan itu sementara kau adalah anak kandungnya, aku juga merasa bersalah, Kau lebih pantas mendapatkannya, kau tidak boleh kalah dari ibuku, dia sangat menginginkan harta ayahmu.”
“Kau ini sebenarnya berada di pihak siapa?” tanya Eunjung.
“Entahlah..” jawab Donghae pendek.
“Jangan berpikir setelah kau mengatakan ini aku akan bersimpati padamu, bagiku kau masih sama dengan mereka.”
Tidak lama kemudian Hyomin datang berjalan menuju mobil mereka, Donghae dan Eunjung lalu menghentikan pembicaraan.
------
Eunjung berjalan menuju kamarnya, Ibu tirinya berjalan mendekatinya. Eunjung menghentikan langkahnya dan menatap wanita cantik yang ada di depannya.
“Mari kita berbicara sebentar.” Kata ibunya.
“Bicara apa?”
“Mengenai masalah kita.” Kata ibu tirinya.
“Bicara di kamarku saja.” Kata Eunjung.
Eunjung membuka pintu kamarnya, ibu tirinya berjalan masuk dan duduk di kursi yang ada di dekat Eunjung. Pintu kamar Eunjung sedikit terbuka.
“Apa yang ingin kau bicarakan?” Tanya Eunjung.
"Aku sudah menemukan apartemen yang cocok untukmu, mari kita pergi melihatnya." kata ibu tirinya.
"Aku sudah bilang, aku tidak akan pernah keluar dari rumah ini!"
Ibu tirinya itu lalu memandang ke arah pintu, dia lalu kembali memandang Eunjung.
“Aku tahu hubungan kita tidak baik, tapi mari kita coba untuk memulai dari awal.”
“Maksudmu?” kata Eunjung dia merasa heran kini ibu tirinya berbicara berbeda dari yang tadi.
“Aku tahu aku bersalah padamu, tapi mari kita lupakan semua. Mari kita membina hubungan yang baik sebagai ibu dan anak.” Ibu tirinya tersenyum.
“Melupakan? Apa menurutmu itu masalah kecil, hingga bisa dilupakan begitu saja?”
“Aku sungguh merasa bersalah sekarang, bisakah kau memaafkan aku.”
Ibu tirinya menggenggam tangan Eunjung, Eunjung menepis tangan ibu tirinya. Apa lagi yang direncanakan wanita licik yang ada di depannya.
“Jangan sentuh aku dengan tangan kotormu itu!!” kata Eunjung.
Ibu tirinya mulai meneteskan air mata.
“Apa aku salah ingin memulai hubungan baik denganmu?” kata ibu tirinya.
“Aku tidak tahu apa yang kau rencanakan, tapi jangan berpura-pura baik di depanku. Itu membuatku lebih muak padamu!!”
“Eunjung!!!” terdengar suara berat laki-laki memanggil namanya.
Eunjung tersentak, ayahnya sedang berdiri di depan pintu kamarnya, dia tidak menyadarinya, apakah ibu tirinya sudah tahu dari tadi lalu berakting di depannya.
“Aku harap suatu hari kau bisa menerimaku.” Ibu tirinya lalu keluar dari kamar sambil menangis.
Eunjung ketakutan menatap mata ayahnya yang seperti kecewa padanya, ayahnya lalu pergi menyusul ibu tirinya.
“Wanita Licik!!” kata Eunjung.
tangannya bergetar dan terkepal menahan marah.
-------
Ham Kun Hee melihat isterinya Jun Inhwa yang sedang duduk di sofa menangis, sudah lama dia tidak melihat isterinya menangis seperti itu.
“Kau lihat? Aku sudah berusaha, tapi dia tidak mau menerimaku? Bagaimana kami bisa hidup satu rumah?” kata isterinya masih terisak.
“Yeobo….aku nanti akan membujuknya.”
"Dia benar-benar membenciku, aku tidak yakin kau bisa membujuknya."
Jun Inhwa menghentikan tangisnya, dia melihat sosok Eunjung datang, Eunjung lalu berjalan mendekati ibu tirinya, dia juga menangis. Ibu tirinya sedikit heran melihat Eunjung yang datang sudah penuh dengan air mata, sekarang apa yang anak itu akan lakukan?
“Ahjumma….” Kata Eunjung masih menangis.
Ayahnya menatap Eunjung dan Isterinya bergantian.
“Maafkan aku.. tadi..aku sedikit kasar..aku hanya terlalu terkejut..” kata Eunjung terbata-bata.
Eunjung memeluk ibu tirinya dan menangis di pundak ibu tirinya.
“Maafkan aku ahjumma…” kata Eunjung.
Ibu tirinya hanya mematung dan terkejut, tidak menyangka Eunjung tiba-tiba akan berbuat seperti ini.
“Bagaimana? Aku bisa berakting lebih baik darimu…” bisik Eunjung pelan di telinga ibu tirinya.
Jun Inhwa merinding mendengar kata-kata Eunjung,dia merasa tubuhnya bergetar dan semua bulu kuduknya berdiri. Anak ini benar-benar menakutkan......
To be continued……
1x klik = Rp 250,- Donate Anda
Jumat, 25 November 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
aku baru pertama kali ini baca ff hehehee..ff ini bagus...aku bisa ikuti alur ceritanya dg baik...scene nya jg oke..aku seolah bisa bayangin adegannya..
BalasHapussemangat terus nulisnya ya buat author ^^
lanjuut baca part 2
ya..makasih dah di baca ^^
BalasHapuskereeennn banget ceritanya...andaikan ini dijadikan sebuah drama dengan pemain2 sebenarnya...mudah2an..
BalasHapushaha..iya andaikan >.<
BalasHapusgumawo dah baca ^^