TOLONG KLIK IKLAN DI BAWAH INI, ANDA BAIK SEKALI..^^

1x klik = Rp 250,- Donate Anda

Selasa, 22 November 2011

My Little Boyfriend part 4

Author : L Hirasawa aka Livie Jungiestar Yl

WARNING: DI LARANG COPAS TANPA SEIZIN AUTHOR APA LAGI TANPA MEMBERI CREDIT!!!

Cast:
- YUI ( Yoshioka Yui )
- Kanata Hongo
- Kenichi Matsuyama
- Arisa
- Yamashita Tomohisa
- Miwa

Genre: Romance, Comedy

Length: 1-6


Muka Yui memanas mendengar kata-kata Yuya.

“Boleh aku memanggilmu ibu?” kali ini Yuya bertanya pada Yui.

Yui menatap Kenichi lalu memandang Yuya.

“Tapi aku tidak menikah dengan ayahmu.” Kata Yui.

“Tapi kata ayah dia akan menikahimu.” Kata Yuya.

Yui menunduk tidak berani menatap Yuya dan Kenichi, wajahnya pasti benar-benar merah sekarang.

“Itu benar, nanti ayah akan menikahinya lalu kau boleh memanggilnya ibu.” Kata Kenichi.

“Kenichi…” kata Yui.

“Tadi ibu menyanyi dengan sangat bagus, pasti ibu akan menjadi penyanyi terkenal.” Kata Yuya.

“Terima kasih, tapi jangan memanggilku ibu.”

“Aku ingin merasakan punya ibu, aku tidak punya orang tua. Sekarang aku sudah punya ayah tapi tidak punya ibu.”

Yuya menunduk dengan sedih.

“Baiklah, mulai sekarang aku akan jadi ibumu.” Kata Yui.

Yui menggenggam tangan Yuya.

“Benarkah?, ibu…” Yuya memeluk Yui.





---





“Mereka masih muda tapi anaknya sudah besar, umur berapa mereka menikah?”

“Di jaman sekarang aku tidak menyangka masih ada yang mau menikah muda.”

Sekumpulan ibu-ibu berbisik-bisik menatap Kenichi, Yui dan Yuya.

“Ayah eskrim ini sangat enak.” Kata Yuya.

“Ayah akan membelikanmu hingga kau tidak kuat makan eskrim lagi.” Kata Kenichi.

Yuya memakan eskrimnya dengan lahap, mulutnya belepotan eskrim. Yui mengeluarkan tisu dari sakunya dan mengelap mulut Yuya yang belepotan. Yuya tersenyum lalu menyodorkan sesendok eskrim pada Yui.

“Apa ibu mau eskrim.” Kata Yuya.

Yuya menyuapi Yui eskrim.

“Tidak menawari ayah juga?” kata Kenichi.

Yuya menyuapi Kenichi.

“Hari ini aku senang sekali, Ayah ibu kita harus sering jalan-jalan seperti ini.” Kata Yuya.





----





Kenichi menggendong Yuya yang sudah tertidur di punggungnya. Yui mengelus-elus rambut Yuya.

“Dia pasti lelah.” Kata Yui.

“Tapi hari ini aku melihat dia sangat bahagia.” Kata Kenichi.

Yui dan Kenichi berjalan beriringan.

“Ngomong-ngomong bukankah kau sudah jadi ibu anakku, apa artinya kau menerimaku?” tanya Kenichi.

Langkah Yui terhenti, dia menatap Kenichi lalu menundukkan wajahnya.

“Aku tidak tahu Kenichi.”

“Tidak apa-apa, aku akan menunggu jawabanmu.”

“Kenichi, apakah lelah terus menunggu?, kau sudah menunggu bertahun-tahun.”

“Tidak apa-apa aku akan terus menunggu, hanya itu yang bisa aku lakukan.”

Mereka terus berjalan dalam diam, Yui sudah melihat pagar rumahnya dari kejauhan dan ada Kanata di sana.

“Mengapa dia bisa ada di sini?” tanya Kenichi.

“Ceritanya panjang.” Kata Yui.

“Hoi Yui, mengapa sangat malam kau baru pulang!” Kata Kanata.

“Jangan berkata begitu keras nanti Yuya terbangun.” Kata Yui.

“Mengapa kau bisa ada di sini?” tanya Kenichi pada Kanata.

“Aku calon menantu, jadi akan tinggal di sini sementara.” Jawab Kanata.

“Kanata apa kau sudah gila?” kata Yui.

“Tidak apa-apa honey jangan di tutupi lagi, aku sudah lelah.” Kata Kanata tersenyum.

“Ho..honey??” Yui menatap Kanata tidak percaya.

“Benarkah kalian sekarang punya hubungan seperti itu?” Kenichi menatap Yui.

“Tidak, tentu saja tidak, jangan dengarkan kata-katanya.” Kata Yui.

“Honey.. mengapa kau seperti itu, kemarin bukankah kau yang menciumku duluan?”

“Keparat ini mengapa kau tidak berhenti bicara!!” Yui berteriak.

“Ibu? Ada apa?” Yuya yang tertidur sekarang sudah terbangun mendengar teriakan yui.

“Tidak ada apa-apa sayang.” Yui mengelus rambut Yuya.

“Ayah aku sudah sangat lelah.” Kata Yuya.

“Ayah tahu, ayo kita pulang.”

“Sayonara Ibu……” Yuya melambaikan tangan pada Yui.

Yui membalas lambaian tangan Yuya. Yui memperhatikan Kenichi dan Yuya hingga mereka hilang dari pandangannya.

“Apa maksudnya anak itu memanggilmu ibu?” tanya Kanata.

“Aku memang ibu kandungnya.” Jawab Yui.

“Apa???” Kanata terkejut.

“Kau mungkin tidak tahu, saat SMP aku sekelas dengan Kenichi lalu aku hamil.” Yui menjawab enteng.

Dia tersenyum menatap wajah Kanata yang melongo.

“Tapi aku tidak menikah dengan Kenichi, kami akan menikah nanti saat aku sudah tamat sekolah.” Kata Yui.

“Pasti kau sedang berbohong. Aku akan bertanya pada bibi.”

Kanata berlari memasuki rumah, Yui tertawa terbahak-bahak memegangi perutnya.

“Bibi!!!! Benarkah Yui pernah hamil?”





----





Yui menonton TV, tangannya mengambil potongan semangka yang ada di atas meja.

“Mengapa berbohong?” tanya Kanata.

“Hanya main-main saja.” Jawab Yui.

“Bagaimana perasaanmu padaku?, aku sangat bingung.” Kanata menunduk.

“Maksudmu?”

“Kadang kau terlihat seperti suka padaku, lalu sekarang kau terlihat tidak menyukaiku. Bagaimana sebenarnya perasaanmu?”

“Aku tidak tahu, tidak pernah memikirkannya.”

“Tolong pikirkan baik-baik. Aku ingin tahu jawabannya.”

Kanata memasuki kamar.

“Sebenarnya bagaimana perasaanku sendiri?” gumam Yui.

Bayangan Kanata ada di debelah kirinya, dan bayangan Kenichi di sebelah kanannya.

“Aku tidak tahu.” Yui memegangi kepalanya.





---





“Kita sudah berakhir.” Kata Miwa.

“Beri aku penjelasan.” Yamashita memegang lengan Miwa.

“Karena aku bukan Yui.” Miwa menatap Yamashita tajam.

Yamashita hanya terdiam dan menatap Miwa.

“Aku bukan Yui, mengapa kau selalu memaksaku seperti Yui?, Aku adalah Miwa bukan Yui.”

“Kalau masalah kursus gitar itu kau tidak menginginkannya tidak masalah kita anggap saja masalah kita selesai.” Kata Yamashita.

Air mata Miwa menetes.

“Tidak, aku sudah cukup bersabar. Jika kau memang masih mencintai Yui, mengapa kau meninggalkannya?”

“Benar juga aku harusnya tidak meninggalkannya, tapi saat itu kau merayuku.”

“Jadi sekarang kau menyalahkan aku dan merasa menyesal?, jika kau benar-benar tulus mencintainya kau tidak akan tergoda.”

“Berhenti bicara omong kosong ini, kita anggap masalah kita selesai jangan di bicarakan lagi.” Suara Yamashita melembut.

Yamashita mengelus rambut Miwa, tangan Miwa menepis tangan Yamapi.

“Tidak, aku bukan orang bodoh. Kita berakhir saja sampai di sini, aku juga sudah bosan padamu.” Kata Miwa.

“Bosan?, jadi kau hanya menganggap hubungan kita seperti itu?”

“Ya cuma seperti itu, aku memang tidak berniat serius.”

“Kau!!”

Tangan Yamashita melayang ingin menampar Miwa, tapi tangannya di tahan seseorang.

“Aku tidak menyangka bahkan kau sekarang ingin memukul perempuan.” Kata Yui.

“Baguslah kau sudah datang, ambillah Yamashita kembali.” Kata Miwa.

Miwa pergi meninggalkan Yamashita dan Yui.

“Akhirnya kau melihat aku dicampakkan.” Yamashita tersenyum.

“Benar juga, pemandangan indah.” Yui tersenyum juga.

Yui berjalan meninggalkan Yamashita.

“Apa kau tahu mengapa aku meninggalkanmu?”

Yui berbalik dan mendekati Yamashita.

“Tentu saja tahu, hanya karena fisik?” kata Yui.

“Bukan, bukan itu. Memangnya aku orang konyol yang meninggalkanmu karena Miwa lebih mungil darimu?”

“Benar juga alasan itu terdengar bodoh.” Yui tertawa.

“Mengapa kau tertawa?”

“Oh maaf, tapi sangat lucu.”

“Karena kau tidak perhatian padaku makanya meninggalkanmu, waktu itu Miwa datang dan merayuku. Dia bisa memberi perhatian lebih yang tidak kau berikan padaku.”

“Begitu?, baguslah pilihanmu tepat. Gadis yang memberi perhatian lebih padamu sekarang meninggalkanmu, kau memang hebat.”

Yui menepuk-nepuk pundak Yamashita.

“Kalau aku ingin kembali padamu apakah bisa?”

“Kau pikir aku tempat penampungan untuk orang-orang patah hati?” kata Yui.

“Itu benar, bukankah kau berkata tidak akan merebutnya kembali.” Kata Kenichi.

Kenichi memeluk pinggang Yui.

“Jangan ganggu dia lagi, aku tidak mau putriku meneteskan air mata lagi hanya karena orang sepertimu.”





---





Seorang wanita berusia kira-kira 40an memasuki rumah Kanata, semua pelayan membungkuk hormat padanya.

“Nyoya besar sudah kembali?, bagaimana kabar anda?” Kepala pelayan membungkuk hormat.

“Aku baik-baik saja, aku pulang ingin melihat Kanata, mana dia?”

“Maaf nyonya besar, Kanata sedang menginap di rumah temannya.”

“Temannya? siapa itu?, laki-laki atau perempuan.”

“Perempuan.”

“Bawa Kanata kembali ke rumah, lalu berikan aku informasi mengenai teman Kanata itu.”





----





Kepala pelayan menekan bel , Ibu Yui membukakan pintu.

“Kau siapa?” tanya Ibu Yui.

“Maaf nyonya saya mengganggu, tapi saya datang kemari ingin menjemput tuan Kanata pulang.”

“Silakan masuk.”

Ibu Yui mempersilakan kepala pelayan masuk.

“Kanata ada yang menjemputmu.” Ibu Yui mengetuk-ngetuk pintu kamar Kanata.”

Kanata keluar dari kamar.

“Paman mengapa datang kemari?” tanya Kanata.

“Untuk menjemputmu pulang.”

“Aku tidak mau pulang sekarang.” “Nyonya besar sudah kembali, dia tiba tadi pagi.”

“Apa?, ibuku sudah kembali?”

Kanata memasuki ruangan ibunya.

“Kau sudah kembali?”

“Iya nyonya besar.”

“Tidak perlu memanggilku nyonya besar, sudah aku katakan aku adalah ibumu.”

“Maaf nyonya besar tapi aku tidak punya ibu, ibuku meninggalkanku setelah melahirkanku. Dia menitipkanku pada pelayan.”

“Kanata, dari mana kau belajar kata-kata seperti itu?, apa dari gadis itu?”

“Nyonya besar sejak kapan aku pernah menjadi anak yang baik di depan anda?, jangan berpura-pura seperti hubungan kita akrab sebelumnya. Hubungan kita memang sudah tidak baik dari sebelumnya, jadi jangan mengganggu Yui.”

“Kau adalah pewaris tunggal keluarga ini harap kau ingat itu, jangan bermimpi kau akan punya hubungan yang lebih dengan gadis itu.”

“Dia adalah sumber kebahagiaanku nyonya besar, apakah anda juga akan merenggut kebahagiaanku satu-satunya?”

“Kanata kau masih kecil, kau tidak mengerti, kau hanya suka sesaat pada gadis itu.”

“Tidak perlu khawatir, aku tahu yang akan aku lakukan. Jangan terlalu peduli padaku, itu membuatku tidak nyaman nyonya besar, permisi.”

Kanata meninggalkan ruangan.

“Kepala pelayan!” bentak ibu Kanata.

“Iya nyonya besar.” Kata kepala pelayan.

“Bawa gadis itu ke hadapanku sekarang juga.”





----





Arisa berlari-lari menghampiri Yui.

“Yui, aku punya kabar gembira.” Kata Arisa.

“Kabar gembira apa?” Yui menguap.

Arisa mengacungkan sebuah selebaran.

“Ada audisi di Sony Music, kau harus ikut.”

Yui meraih selebaran itu dari Arisa.

“Waktunya minggu depan.” Kata Yui.

“Aku yakin kau pasti bisa terpilih.”

“Arisa terima kasih.” Yui memeluk Arisa.

“Jika kau terpilih kau harus mentraktirku makan.” Kata Arisa.

Sebuah sedan hitam meluncur di depan mereka, lalu Kepala pelayan keluar dari mobil.

“Maaf nona Yoshioka Yui, apakah anda bisa ikut dengan kami sebentar.” Kepala pelayan membungkuk.

“Ada apa ini?” tanya Arisa.

“Nona Yoshioka Yui, Nyonya besar ingin merundingkan sesuatu denganmu.”

“Apa?, ibu Kanata sudah kembali?” Arisa terkejut.

“Aku pergi dulu, sebentar saja.” Kata Yui pada Arisa.

Arisa memandang Yui cemas, tapi kemudian dia mengangguk.





---





Yui melewati sebuah lorong panjang, seorang pelayan membukakan pintu. Yui memasuki ruangan dan melihat seorang wanita sedang berdiri di sisi jendela.

“Aku sudah datang.” Kata Yui.

Ibu Kanata mendekat dia memperhatikannya Yui dari atas ke bawah, Yui juga menatap wajah ibu Kanata. Dia wanita yang cantik, tapi wajahnya terlihat sadis seperti ibu tiri putri salju.

“Jadi kau yang bernama Yoshioka Yui?”

“Itu benar.”

“Silakan duduk.” Kata Ibu Kanata.

Yui lalu duduk dan Ibu Kanata duduk di depannya, ada sebuah meja yang membatasi mereka.

“Apa kau tahu Kanata adalah pewaris tunggal keluarga ini, aku juga sadar akan banyak semut-semut kecil yang menganggu, yang silau akan harta kekayaan Kanata.”

“Aku mengerti maksud anda.”

“Jadi nona Yoshioka Yui, apa bisa kita selesaikan dengan cara yang mudah?, aku dengar kau ingin menjadi penyanyi terkenal, kau sering melakukan live street di depan stasiun kereta api?”

“Sepertinya anda sudah menyelidikiku dulu sebelumnya, cukup tersanjung orang seperti anda ingin mencari informasi semut kecil sepertiku.”

“Anda pintar bersilat lidah nona Yoshioka Yui, aku bisa mewujudkan impianmu. Dengan bantuanku anda bisa menjadi penyanyi terkenal dengan sekejap mata.”

“Aku hargai niat baik anda, tapi aku punya kemampuan dan aku yakin aku bisa mengandalkan kemampuanku sendiri.”

“Kau memiliki rasa percaya diri yang besar, tapi apa kau tidak tahu dunia ini kejam.”

Ibu Kanata menatap Yui dalam-dalam, Yui balas menatap mata Ibu Kanata.

“Aku mengerti maksud anda, berusaha menyogokku dengan uang agar meninggalkan Kanata. Tapi anda tenang saja walaupun aku tidak menerima tawaran anda aku tidak akan menganggu Kanata, aku tidak akan berusaha mempertahankannya seperti cerita di drama-drama tv, jadi anda tidak perlu repot-repot menunjukkan kekuasaan anda.”

“Apa aku bisa memegang kata-katamu?”

“Tentu saja, aku harap kita tidak pernah bertemu lagi, permisi.”

Yui meninggalkan ruangan, dia berjalan melewati Kanata yang baru keluar dari kamarnya.

“Yui?, mengapa kau ada di sini?”

Yui tidak mempedulikan Kanata dan terus berjalan.





----





Yui mempercepat langkah-langkahnya, Kanata terus mengikutinya dari belakang.

“Yui tolong jelaskan padaku!” Kanata berteriak.

Yui membalikkan badannya dan menatap Kanata.

“Apa yang perlu di jelaskan?, dia ibumu sendiri pasti kau mengerti.”

“Apa dia menyuruhmu meninggalkanku?”

“Benar.”

“Lalu kau jawab apa?’

“Aku menyetujuinya.”

Yui berjalan lagi, Kanata menarik tangannya.

“mengapa kau menyetujuinya?, mengapa!!!!”

Mata Kanata sudah basah dengan air mata.

“jangan menangis di depanku.” Kata Yui.

“Mengapa kau menyetujuinya?? Jawab!!!”

“Atas dasar apa aku harus mempertahankan hubungan kita?” kata Yui dingin.

“Bukankah kita saling mencintai?”

“Cinta?, sejak kapan ada cerita saling mencintai di antara kita berdua?”

“Aku merasa kau juga punya perasaan sama denganku.”

“Mengapa kau berpikir begitu?, bagaimana mungkin aku bisa suka anak SMP sepertimu.”

“Kalau begitu mengapa kau mencium anak SMP?”

Yui terkejut, dia tidak menyangka Kanata akan mengeluarkan kata-kata itu.

“karena kau sangat polos jadi menciummu.”

“Apa maksudmu?”

“karena kau sangat polos, jadi sengaja ingin mempermainkanmu. Ciuman itu tidak ada artinya.”





---





Air mata Yui menetes, dia menghapus air matanya.

“Mengapa sekarang aku jadi menangis, tidak ada yang perlu ditangisi.”

“Ibu…….”

Yuya berlari ke arahnya.

“Yuya mengapa kau ada di sini?” Yui menunduk dan mengelus pipi Yuya.

“Aku rindu pada ibu, mengapa ibu menangis?”

Jari Yuya yang mungil menghapus air mata Yui.

“Yuya terus-terusan minta di antar ke sini. Apa kau menangis?” kata Kenichi.

Yui memalingkan wajah. Kenichi memeluk Yui.

“Menangis saja, aku tidak akan bertanya apa sebabnya. Cukup menangis saja.” Lanjut Kenichi.

“Kenichi…..” Yui menangis di pelukan Kenichi.

Yuya juga ikut menangis.

“Ibu….”





----





“Mengapa kau melakukan ini!!” Kanata berteriak pada ibunya.

“Apa maksudmu?”

“mengapa kau berusaha memisahkan aku dengan Yui?”

“Dia tidak peduli denganmu, mengapa kau terus-terusan menyalahkan ibu.”

“Dia pergi karena ibu, tapi aku tidak akan meninggalkannya!”

Kanata keluar dari ruangan ibunya dan membanting pintu.

“Kanata…”





----





Kanata mengetuk pintu rumah Yui, Yui membuka pintu.

“Ada apa?” tanya Yui ketus.

“Tidak apa walaupun kau mempermainkan aku, tidak apa-apa.”

“Apa yang sedang kau bicarakan?”

“Tidak masalah kau mempermainkan aku”

“Apa kau sudah tidak waras?”

“Aku mohon jangan usir aku dari sisimu.”

Kanata memeluk Yui. Seseorang memperhatikan dari dalam mobil.

“Kepala pelayan atur pertemuanku dengan gadis itu lagi besok.” Kata Ibu Kanata.





----





Yui melangkah memasuki sebuah cafetarian.

“Kau terlambat.” Kata Ibu Kanata.

“Aku pikir kita tidak akan bertemu lagi.”

“Duduklah, pesan minuman yang kau inginkan.”

Ibu Kanata menghirup kopinya.

“Tidak perlu, apa yang anda inginkan?”

“Silakan pesan minuman dulu, kita bicarakan dengan santai.”

Yui memesan Kopi dengan pelayan, mereka terus diam hingga Kopi Yui diantar. Yui lalu meminum kopinya.

“Aku rasa kau ingat kata-katamu kemarin, kau akan meninggalkan Kanata.”

“Tentu saja aku ingat.”

“Lalu mengapa kemarin kalian masih bertemu, mengapa kau masih terus menahan anakku.”

Yui menghirup kopinya lagi, lalu tersenyum pada Ibu Kanata.

“Maaf, tapi sepertinya anda telah salah sangka. Aku tidak menganggu anakmu, dialah yang terus menggangguku.”

“Apa?”

“Jadi pastikan sebelum kau menasehatiku, nasehatilah anakmu. Pegang erat dia, jangan sampai dia terus lari ke sisiku. Terima kasih kopinya, aku masih ada urusan.”

“Aku belum selesai bicara kau sudah ingin pergi, kau tidak tahu sopan!!” Ibu Kanata berteriak.

Semua orang yang di cafetarian menatap mereka berdua.

“Maaf nyonya, tapi yang menyebutku tidak sopan adalah orang yang berteriak di tempat ramai. Apakah anda merasa tindakan anda tersebut sopan?, harap mengoreksi diri anda sendiri dulu.”

Yui lalu pergi meninggalkan Ibu Kanata yang geram menahan marah.

“Gadis kecil sombong, kita lihat sampai kapan kau bisa terus tersenyum seperti itu.”




To be continued…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DONATE

Klik gambar

Klik gambar
peluang usaha