TOLONG KLIK IKLAN DI BAWAH INI, ANDA BAIK SEKALI..^^

1x klik = Rp 250,- Donate Anda

Kamis, 07 April 2011

HELP ME! (CAN NOT STOP NIGHTMARE) part 1 Fanfiction

Author : L Hirasawa / Livie Jungiestar Yl

WARNING : DILARANG COPAS TANPA SEIZIN AUTHOR !! APALAGI TANPA MEMBERI CREDIT!!

Cast :
- YUI ( Yoshioka Yui )
- Ikuta Toma

Genre: Horror, Mistery

Length : 1 - 2





Aku berharap ini hanya mimpi buruk..

Keluar dari kegelapan yang menyelimutiku..

Aku ingin segara bangun….

Tapi ini bukan mimpi…….



Seorang gadis duduk di sebuah kursi besi, badannya kurus dan wajahnya pucat. Rambutnya yang kecoklatan awut-awutan tidak terurus, sorot matanya sangat menyedihkan. Tidak akan ada yang menyangka dulunya dia gadis yang cantik, tangannya di borgol dan kakinya bergetar, perasaannya kalut seperti sedang di kejar-kejar sesuatu. Dua orang pria duduk di depannya, mereka di batasi sebuah meja kayu yang rapuh dan di makan rayap. Mereka terus menatap gadis itu, satunya memandang bengis pada gadis itu, satunya lagi seperti merasa kasihan. Gadis itu menatap kipas angin yang berputar di atas kepalanya, kipas itu sudah berdebu.

“Nona Yoshioka Yui, mengapa anda masih tidak ingin mengaku?” tanya pria yang berbadan besar dan berwajah sangar.

Gadis itu tidak menjawab, hanya terus menatap baling-baling kipas itu. Air matanya mulai menetes lagi.

“Jawab!!!!”

Pria itu mulai hilang kesabarannya dan meninju meja, meja yang rapuh itu sepertinya sebentar lagi akan remuk terkena hantaman pria besar itu.

“Sudah aku bi..lang, bukan..bu..kan aku yang me..la..ku..kannya.” kata gadis itu terbata-bata sambil terisak.

“Kau terlalu kasar padanya.” Kata pria kurus tinggi yang duduk di sebelah pria besar itu.

“Aku tidak tahan!!! Kau saja yang menanyai dia!!”

Pria besar itu bangkit dari duduknya dan menatap dinding, mencoba menahan emosi. Pria kurus tinggi itu menatap gadis yang di depannya dan tersenyum.

“Nona, lebih baik kau mengaku. Aku tahu kau masih muda, cantik, dan berbakat. Tapi kau terbukti bersalah, jika kau tidak mengakui kesalahanmu, hukumanmu akan lebih berat.”

Gadis itu menggelengkan kepalanya, berusaha menahan air matanya yang ingin jatuh lagi.

“Bukan aku yang melakukannya sungguh, aku tidak bersalah.” Kata gadis itu.

“Lalu?, apa kau akan bilang lagi kalau hantu yang membunuh mereka!!!” kata pria berbadan besar.

“Itu benar, tolonglah percaya padaku. Hantu Aoi yang membunuh mereka. Tidak mungkin aku akan membunuh orangtua dan pacarku sendiri.”

“Mohon percaya padaku..” gadis itu menatap penuh harap pada dua pria yang ada di depannya.



Mereka tidak akan pernah percaya padamu…

Sebuah suara yang tak asing lagi berbisik di telinga gadis itu. Gadis itu mengepalkan tangannya, mulai ketakutan saat suara itu mulai mengusiknya lagi.



Kau ingin mengatakan pada mereka kalau aku yang membunuh ha..ha…ha..

Mereka akan berpikir kau sudah gila…

Tidak ada akan yang pernah percaya padamu Yui ha..ha..ha…

Suara tawa itu makin keras dan berdengung di kepala gadis itu. Gadis itu merasa kepalanya akan meledak.

“Hantikan!!!Tidak!!!!!!!!” gadis itu berteriak.

“Ah!!!!!!!!!, jagan ganggu aku!!!!!” gadis itu berteriak histeris seperti hilang kesadaran.

“Bawa dia kembali ke selnya.” Kata pria berbadan besar.

Dua orang pria lainnya masuk ke ruangan itu, dan membawa gadis itu kembali ke selnya.

“Tolong selamatkan aku, dia terus mengangguku.” Gadis itu terus menangis.

“Kau adalah gadis gila.” Kata salah satu pria yang membawanya.

“Aku tidak gila, tolong percaya padaku.”

Salah satu pria mendorong gadis itu hingga masuk kembali ke dalam sel, lalu pintu berjeruji besi itu menutup.

“Tolong selamatkan aku, aku mohon!!!!” gadis itu berteriak.

Tapi mereka tidak peduli pada gadis yang mereka pikir sudah gila, mereka meninggalkan gadis itu. Gadis itu meringkuk di sudut sel, dan suara bisikan itu muncul lagi.



Tidak akan ada yang menolongmu ha..ha..ha…



-----





Pintu masuk Budokan sudah mulai ramai dengan orang-orang yang antri, mereka sudah tidak sabar ingin menonton pertunjukan Yoshioka Yui, penyanyi berbakat yang masih muda dan sedang naik daun.

Yoshioka Yui memandang pantulan wajahnya di cermin, dia tersenyum.

“Akhirnya hari ini datang juga.” Katanya.



Yui mulai memperhatikan riasannya, sebenarnya tidak ada yang perlu di khawatirkan. Tidak ada make up tebal di sana yang di khawatirkan akan luntur. Hanya bedak yang tipis dan lipstick coklat sewarna bibir, pakaiannya pun tidak menunjukkan dia seorang penyanyi terkenal. Yui hanya mengenakan jins, dalaman t-shirt putih, kemeja kotak-kotak yang di jadikan sebagai luaran dan di gulung lengannya, juga sepasang boots hitam. Itu yang membuat Yui berbeda dari penyanyi jepang saat ini, penampilannya sederhana. Tapi dia terlihat sangat sempurna di cermin itu, dia memiliki kecantikan alami dan itu menjadi image yang di jual Yui di antara maraknya operasi plastik yang di jalani artis-artis sekarang.



“Apa sudah siap?” menejernya mengetuk pintu.

“Iya, sebentar lagi aku keluar.” Kata Yui.

Tidak lama kemudian Yui keluar dari kamar ganti, semuanya sudah siap.

“Aku sedikt gugup.” Kata Yui pada menejernya.

“Santai saja, seperti baru konser pertama kali saja.” Menejernya menepuk pundak Yui.

Walaupun sudah pernah mengadakan konser besar, konser di Budokan adalah yang pertama baginya. Seperti yang di ketahui tidak semua penyanyi Jepang bisa merasakan konser di panggung Budokan, hanya penyanyi yang benar-benar terkenal yang bisa konser di tempat ini, dan itu menjadi kebanggaan tersendiri untuk Yui.

“Kau tinggal berjalan dengan keren.” Lanjut menejernya lagi.

“Kalau aku terjatuh si atas panggung bagaimana?” tanya Yui.

“Itu akan menjadi sejarah tidak terlupakan di panggung Budokan.”



Yui cemberut mendengar kata-kata menejernya, setelah di beri aba-aba Yui mulai muncul dari sisi panggung, sorak-sorai penonton mulai terdengar menyambut kedatangannya. Lampu panggung sudah di padamkan, hanya ada lampu untuk menyorotnya saat berjalan, Yui terus melangkah, tangannya memegang case gitar. Sambil berjalan dia berdoa agar tidak tersandung dan membuat sejarah di sini. Semakin dia mendekat ke arah penonton, teriakan penonton makin keras dan bergema di seluruh panggung Budokan, sebagian besar memanggil namanya. Akhirnya Yui sampai di bibir panggung, dia lalu duduk bersila di lantai. Mengeluarkan gitar dari casenya. Case gitar itu di letakkan di depannya, Yui mengeluarkan lilin dan korek api dari saku kemejanya, dia menyalakan lilin itu dan meletakkannya di atas case gitar. Tidak ada mike di sana, Yui hanya mengandalkan gema di ruangan itu untuk benyanyi. Penonton mulai hening saat Yui mulai memetik senar gitarnya.



Dare no tame ni ikite iru no?

Saenai hibi o sugoshite

Yowasa mo itami mo

Dono kurai kanjiteru no?



Tarinai kinou ni obore

Yume ni kaita kyou

Soroenakute mo yeah yeah

Yoake mae no matataku hoshi ha

Kiete itta no?

Asu he itta no?

Tomorrow never knows..

It`s happy line.

Suara Yui yang indah bergema di seluruh ruangan, penonton terhanyut dengan nyanyian Yui.





----







Tarinai kinou ni obore

Yume ni kaita kyou

Soroenakute mo yeah yeah





Suara nyanyian Yui mengalun dari siaran TV yang ditayangkan secara live. Seorang gadis berambut coklat sebahu melihat acara itu, dia lalu menekan remot dan mengganti ke saluran acara yang lain, tidak ada acara yang menarik hari ini, lalu dia mematikan TV. Gadis itu menggerakkan kursi rodanya hingga ke depan cermin besar yang terletak di tengah-tengah kamarnya, dia lalu mengambil sisir yang terletak di atas meja, dan menyisir rambutnya. Dia melihat pantulan wajahnya di cermin, matanya, hidungnya, mulutnya semua sama persis dengan Yoshioka Yui, dia adalah saudara kembar Yoshioka Yui, Yoshioka Aoi. Mereka berdua sangat mirip, keelokan yang di miliki Yui juga di milikinya. Tapi yang membedakan dirinya dengan Yui adalah kakinya, Aoi sudah cacat sejak lahir dia lumpuh dan terus berada di atas kursi roda.



“Mengapa wajahku harus sama dengannya? aku benci wajah ini.” Kata Aoi.

Sejak dulu dia selalu iri dengan Yui, iri karena Yui memiliki sepasang kaki normal. Yui yang bisa berlari dengan gembira dengan sepasang kaki utuh, sedangkan dia hanya meringkuk di kursi roda. Yui yang memiliki bakat menyanyi dan sekarang sudah menjadi penyanyi terkenal, dia benci kepada Yui. Benci saat Yui menceritakan kisah seru selama perjalanan konser, dia benci saat Yui dengan sombongnya menceritakan tempat indah yang dia kunjungi, sementara dia hanya meringkuk di kamar sendirian dan terus terkurung di sana bertahun-tahun.

Aoi merasa hidupnya tidak adil, keluarganya juga menunjukkan sikap pilih kasih padanya. Ayah mereka merupakan pengusaha cukup sukses, dan Ibunya wanita arogan yang selalu berusaha menjaga imagenya. Sejak kecil Aoi selalu di sembunyikan, seakan-akan dia adalah aib bagi keluarga, apa lagi sejak Yui menjadi penyanyi terkenal. Keluarganya semakin menyembunyikan keberadaannya, mereka tidak ingin wartawan tahu Yui mempunyai saudara kembar yang cacat.



Aoi mengalihkan pandangannya dari cermin, lalu dia menggerakkan kursi rodanya ke sebuah meja, meja yang penuh berisi kertas yang berisi manga buatannya. Aoi mulai menggambar manga itu, dan dia tersenyum. Dia berhenti bekerja saat pintu kamarnya di ketuk. Aoi membuka pintu, pelayan membawakannya makanan dan minuman. Ibunya berdiri di belakang pelayan dan berjalan masuk.



“Bagaimana keadaanmu?” tanya ibunya.

Aoi mengacuhkan ibunya, pelayan rumahnya meletakkan serbet di pangkuan Aoi. Aoi mulai memakan makanannya.

“Mengapa tidak menjawab?”

Aoi berhenti mengunyah lalu menatap tajam pada ibunya.

“Mengapa selalu bertanya hal yang sama dan membosankan setiap hari?, mengurung aku di kamar ini bertahun-tahun kau tahu jelas keadaanku, mengapa masih pura-pura bertanya?”

“Baiklah, sepertinya kau tidak senang aku mengunjungimu.” Ibunya keluar dari kamarnya.

Aoi menatap sosok ibunya dengan penuh kebencian


----

Yui mengetuk pintu kamar Aoi, tapi Aoi tidak membukakannya pintu.

“Ah.. lagi-lagi dia tidak ingin membukakan pintu.”

Yui mengeluarkan kunci cadangan dari sakunya, lalu membuka pintu dengan kunci itu.Krek.. terdengar suara pintu terbuka, Aoi yang sedang menggambar manga menoleh ke arah Yui dengan pandangan kesal.

“Mengapa lagi-lagi kau masuk tanpa izinku?”

“Aoi.. kangen…”

Yui memeluk Aoi dari belakang, Aoi mearasa jengah dengan sikap Yui.

“Apa-apaan kau ini.”

“Aoi.. aku tur selama berbulan-bulan kau tidak rindu padaku?”

“Tidak.” Jawab Aoi pendek.

Yui memperhatikan manga yang di gambar Aoi.

“Wuah.. apa kau menggambar manga?” kata Yui.

Tangan Yui hendak meraih kertas gambar itu tapi tangannya di tepis Aoi.

“Jangan sentuh barang-barang milikku!!!”

Aoi memandang penuh amarah pada Yui.

“Maaf.” Kata Yui

Aoi cepat-cepat membereskan kertas gambar itu dan menyimpannya dalam laci. Yui duduk di sisi ranjang Aoi.

“Aoi, bagaimana kalau aku hari ini menginap di kamarmu. Kita bisa membicarakan banyak hal.” Kata Yui.

“Tidak perlu, yang bercerita hanya kau saja dan aku sudah muak mendengarnya. Keluarlah aku ingin istirahat.”

Yui keluar dari kamar Aoi, menutup pintu dan menghela napas.

“Aoi mengapa kau benci padaku..” gumam Yui sedih.





-----





“Toma-san sudah lama kau tidak mengunjungiku, aku rindu padamu.”

Aoi berbicara melalui ponselnya, wajahnya tersenyum penuh kebahagiaan. Wajah bahagia yang tidak pernah dia tunjukkan di depan keluarganya.

“Oh kau akan datang, kapan?.... satu jam lagi?, aku tunggu…”

Aoi mematikan ponselnya, dia lalu menatap dirinya di cermin. Aoi membuka lemari pakaiannya, dia memilih baju putih berenda dan rok panjang semata kaki berwarna pink. Setelah mengenakan itu semua, Aoi memasang jepit kupu-kupu cantik di rambutnya.

“Aoi kau cantik..” bisiknya sendiri.

Dua jam kemudian pintu kamarnya di ketuk, Aoi membuka pintu. Di sana berdiri Ikuta Toma sahabat satu-satunya yang dia miliki, Toma tampak terengah-engah sepertinya dia berlari hingga ke tempat ini.

“Maaf aku terlambat.” Kata Toma sambil tersenyum.

“Tidak apa-apa.” Aoi juga tersenyum pada Toma.

“Ini untukmu.”

Toma menyerahkan beberapa tangkai mawar putih yang dia sembunyikan dari balik punggungnya.

“Cantik sekali.”

Aoi menghirup wangi mawar itu, ada rona bahagia di wajahnya. Ikuta Toma adalah seorang aktor, dia pintar melucu dan hanya Toma yang bisa membuat Aoi tertawa.

“Akhir-akhir ini kau sibuk apa saja?” tanya Aoi.

“Seperti biasa syuting, pemotretan. Tidak ada hal yang menarik. Kalau kau?” tanya Toma.

“Aku membuat manga.” Kata Aoi.

“Manga?, bolehkah aku melihatnya?”



Aoi mengangguk, dia menggerakkan kursi roda menuju lacinya dan mengambil kertas-kertas gambarnya, lalu dia menyerahkannya pada Toma. Toma membaca manga itu dan dia tersenyum.

“Hei, pemeran utama pria di manga ini mirip aku.” Kata Toma.

Aoi tidak menjawab hanya tersenyum malu, ada rona merah di pipinya.

“Manga ini tentang kisah cinta?”

Aoi baru ingin menjelaskan pada Toma, tapi terdengar pintu kamarnya di ketuk.

“Masuklah, pintunya tidak dikunci.” Kata Aoi.

Aoi berpikir itu pasti pelayan yang membawakan cemilan dan minuman, tapi rupanya itu Yui yang membawa nampan berisi minuman dan cemilan.

“Ah Toma kau datang?” sapa Yui.

Toma mengangguk dia tersenyum ke arah Yui, Aoi tidak suka melihat cara Toma tersenyum pada Yui.

“Aku keluar dulu.”

Yui beranjak pergi setelah meletakkan minuman dan cemilan itu di meja.

“Tunggu dulu, kebetulan kita bertiga ada di sini. Kita harus membicarakan sesuatu.” Kata Toma.

“Bicara apa?” Aoi mulai merasa gugup, sepertinya ini bukan pertanda baik.

Yui menatap Toma dan menggelengkan kepalanya, lalu dia cepat-cepat keluar dari kamar Aoi.

“Aoi tunggu sebentar, aku keluar dulu.” Kata Toma.

Aoi mengangguk, pikirannya penuh dengan rasa penasaran. Dia lalu membuka pintunya sedikit, Toma dan Yui berdiri di depan pintunya.

“Masuklah ke dalam, kita harus menjelaskan padanya.” Kata Toma.

“Jangan sekarang Toma, aku belum siap.” Kata Yui.

Apa yang perlu di jelaskan padaku? Pikiran Aoi terus bertanya-tanya.

“Lalu sampai kapan aku harus menunggu lagi?”

“Aku tidak tahu, aku takut Aoi akan terpukul mendengar ini, dia mencintaimu kau tahu itu?” kata Yui.

“Tapi yang kucintai adalah kau.” Kata Toma menggenggam tangan Yui.

Aoi memastikan dirinya tidak salah mendengar, Toma mengatakan dia mencintai Yui. Air mata perlahan jatuh dari pelupuk matanya, Aoi membuka pintu kamarnya lebar-lebar.

“Berbicara di depan kamar orang lain itu tidak sopan, masuklah dan jelaskan padaku apa yang terjadi.” Kata Aoi.



Yui dan Toma terkejut, mereka saling pandang. Lalu mereka berdua masuk ke dalam kamar Aoi.

“Sekarang jelaskan padaku apa yang terjadi?” kata Aoi berusaha menahan air matanya.

Terjadi keheningan yang cukup lama di antara mereka bertiga, akhirnya Toma yang memulai berbicara.

“Aoi sebenrnya ada rahasia yang cukup lama aku sembunyikan darimu, aku selama ini sudah pacaran dengan Yui.”

Aoi tidak bisa menahan air matanya yang jatuh.

“Sejak kapan?” kata Aoi sambil terisak.

“Setahun yang lalu.” Lanjut Toma.

“Jadi sejak setahun yang lalu kau terus membohongiku?”

“Maafkan aku Aoi..”

“Lalu buat apa selama ini kau datang padaku, kalau kau sudah pacaran dengan Yui. Kau harusnya tidak mengunjungiku lagi, itu membuat aku jadi salah paham, kau memberikan perhatian besar padaku, aku berpikir kau menyukaiku.”

Aoi merasa dadanya terasa sesak, sakit dan marah bercampur jadi satu dan seperti menusuk-nusuk ulu hatinya.

“Maaf Aoi, aku yang meminta dia menemanimu.” Kata Yui.

Aoi menatap Yui tajam.

“Omong kosong apa ini?” tanya Aoi pada Yui.

“Aku melihat kau bahagia saat Toma datang, jadi aku tetap menyuruhnya menemanimu.”

“Apa?, mengapa kau melakukan itu!!” Aoi berteriak pada Yui.

“Aoi jangan salahkan dia, Yui hanya bermaksud baik. Dia hanya ingin aku menemanimu agar kau tidak kesepian.” Kata Toma.

“Bermaksud baik?, jadi kau ingin bilang selama ini mengunjungiku karena kasihan padaku?, karena aku cacat?”

“Bukan begitu Aoi…”

Toma baru ingin menjelaskan tapi kata-katanya dipotong Aoi.

“Cukup!!!!, jangan bicara lagi.”

Aoi memegangi kepala dengan kedua tangannya.

“Aoi kau tidak apa-apa?”

Yui menangis dia menyentuh tangan Aoi.

“Jangan sentuh aku!!” Aoi mendorong Yui hingga Yui jatuh ke lantai.

“Aoi mengapa kau begini?” kata Toma.

Toma membantu Yui berdiri.

“Aoi maafkan aku?” Yui masih menangis.

“Kalian bedua keluar dari kamarku, pergi!!!”

Toma mengajak Yui keluar dari kamar Aoi, setelah terdengar suara pintu tertutup Aoi mengambil manga buatannya, manga kisah cintanya kepada Toma. Aoi merobek-robek manga itu menjadi serpihan-serpihan kertas.

“Rupanya ini yang kalian lakukan padaku, aku akan membalas kalian semua.”

Aoi menggerakkan kursi rodanya hingga ke meja, dia mengambil kertas yang baru dan mulai menggambar. Aoi mengeluarkan seringai jahat sambil menggambar.

“Kalian akan mati ha..ha..ha…”





-----





Toma membawakan air putih untuk Yui, Yui menerimanya dia masih terisak.

“Aoi akan merasa sangat terluka.” Kata Yui.

“Bagaimanapun juga dia akan tahu.” Kata Toma berusaha menghibur Yui.

“Aku harus menghiburnya.” Yui bangkit dari duduknya.

“Jangan.” Toma menahan Yui.

“Dia pasti ingin menenangkan diri sendirian.” Lanjut Toma.





-----





Yui menyendok makanannya dan memasukkan ke mulutnya, selera makannya sudah hilang. Pelayan membawa pulang makanan yang mulanya untuk Aoi kembali ke dapur.

“Apa dia tidak mau makan lagi?” tanya ibu Yui pada pelayan.

“Iya nyonya, aku mengetuk pintunya tapi dia tidak ingin membukakan pintu, tadi pagi juga dia tidak mau makan.”

“Apa sebenarnya yang terjadi pada anak itu?” kata ibu Yui.

“Aku akan melihatnya.” Kata Yui.

“Selesaikan dulu makanmu.”

“Aku tidak selera makan.”

Yui bangkit dari duduknya, dia lalu naik ke lantai atas. Kamar Aoi berada ditingkat 3.

“Aoi, apa kau baik-baik saja?”

Yui mengetuk pintu, tidak ada jawaban. Yui lalu membuka pintu dengan kunci cadangan. Yui melihat bercak-bercak darah di lantai.

“Apa ini?” kata Yui.

Dia terus melangkah, dia melihat Aoi yang berada di atas kursi roda duduk menghadap jendela.

“Aoi.” Yui menyentuh bahu Aoi dari belakang.

Yui merasa perasaannya tidak enak, bau amis darah ada di mana-mana. Yui menatap cermin besar yang ada di kamar Aoi. Di cermin itu di tulis ‘KALIAN SEMUA AKAN MATI’ menggunakan darah. Yui terkejut, lalu dia membalik kursi roda Aoi.

“Aahhhhhh!!!!!!!!!” Yui berteriak histeris.

Aoi sudah meninggal, dan darah masih menetes dari nadi pergelangan tangan kirinya.

“Tidak!!! Aoi!!!!!”

Yui menyentuh mayat Aoi. Mendengar keributan dari atas Ibu Yui dan Pelayan naik ke atas.

“Ada apa?, Aahhhh!!” kata Ibu Yui.

Pelayan yang masuk ke dalam kamar juga terkejut, Ibu Yui menutup wajahnya. Pemandangan yang sangat mengerikan.

“Yui, ayo sini jangan dekat-dekat dengan mayat itu.” Kata Ibunya.

“Ibu..Aoi..” Yui menangis sambil tetap memegang tangan Aoi.

“Yui cepat, tidak ada yang boleh tahu kejadian ini.” Ibunya menarik tangan Yui.

“Pelayan panggil tukang kebun, suruh dia membereskan mayat Aoi. Kubur dia di halaman belakang, jangan sampai seorangpun tahu tentang kejadian ini.” Perintah Ibu Yui pada pelayan rumah.

“Ba..baik nyonya.” Kata pelayan dengan suara bergetar.

----

“Ibu? mengapa Aoi dikubur di halaman belakang?, dia harus dikuburkan secara layak.” Kata Yui.

“Lalu?, apa kau ingin semua orang tahu selama ini ibu menyembunyikan anak yang cacat dan dia mati bunuh diri?”

“Ibu dia juga anakmu sendiri, anak yang kau lahirkan.”

“Anak yang membuatku malu dan terus membuatku menyimpan rahasia bahwa aku punya anak cacat, itu yang aku tahu.”

“Ibu…”

“Berhenti merengek padaku, itu juga demi karirmu. Apa kau tahu apa yang akan terjadi kalau semua orang tahu kau punya saudara kembar cacat yang bunuh diri?”

“Kita harus membicarakan ini dengan ayah, aku akan meneleponnya.”

“Ayahmu sedang ada urusan bisnis di luar negeri.”

“Putrinya sendiri meninggal, tentu saja dia harus pulang.”

“Tidak perlu, nanti aku akan memberitahu ayahmu. Semuanya ibu yang urus, yang perlu kau lakukan hanya tutup mulutmu.”



Yui….



Terdengar suara bisikan ditelinganya, suara itu suara Aoi.

“ibu kau dengar itu?” kata Yui.

“Dengar apa?” kata ibunya.



Yui…..



“Ibu, Aoi memanggilku.”

“Apa yang sedang kau bicarakan? Kau hanya berhalusinansi.”





----





Yui melangkah memasuki studio rekaman, perasaannya tidak tenang. Dia seperti merasa diikuti seseorang, dan sejak dua hari kematian Aoi, Yui selalu merasa Aoi memanggil namanya. Yui merasa bahunya di tepuk seseorang, bulu kuduknya merinding. Yui menoleh ke belakang dan rupanya itu Hisashi kondo.

“Hisashi kau mengagetkanku?” kata Yui.

“Ada apa denganmu?, mukamu pucat sekali?, apa kau sakit?” tanya Hisashi.

“Tidak ada apa-apa.” Yui menggelengkan kepalanya.

Proses rekaman lalu di mulai, Yui menyanyikan lagu ciptaannya I’ll be yang akan dijadikan iklan untuk sony walkman.



I'll be kimi no koto

Omoi dashite itanda

Tabidachi wo kimetanda ne

Together itsu datte ouen shiteru yo



Moshi kujikesou ni nattara nee

Heya ni komotteru dake ja dame sa



Machi wo aruite

Kyou no you na

Kimochi torimodoshite Oh Baby Try



Nando datte 'Play You'

Yaru shika nain dakara





Aku baru meninggal dan sekarang kau sudah menyanyi dengan gembira?



Suara bisikan itu muncul lagi.

“Tidak!!!!” Yui memegang kepalanya.

“Yui kau tidak apa-apa?” tanya Hisashi.

Keringat dingin mengucur dari dahi Yui. Hisashi memperhatikan Yui dengan cemas.

“Sepertinya kau kurang sehat, istirahatlah di rumah.” Kata Hisashi.

Yui mengangguk, kakinya bergetar dan terasa sangat lemas. Tidak lama kemudian Yui merasa kepalanya berputar-putar. Bruuk.. Yui jatuh ke lantai, dia masih sempat mendengar Hisashi memanggil namanya. Tapi kemudian segala sesuatu menjadi gelap baginya.





----





Yui membuka matanya, mulanya pandangan matanya kabur lalu makin lama makin jelas. Ibunya duduk di tepi ranjang.

“Yui, kau sudah sadar?” tanya ibunya.

“Ibu…Aoi…” kata Yui lemah.

“Jangan memanggil nama itu lagi di rumah ini.”

Ibunya menyerahkan air putih hangat pada Yui, dia meminumnya.

“Tapi ibu, Aoi terus memanggilku. Aku takut sekali, apa dia gentayangan karena tidak menguburnya dengan layak?”

“Jangan membahas soal ini lagi, kau terus memikirkan dia makanya kau seperti mendengar suaranya, Toma menunggu di luar.”

“To..Toma??”

“Jangan mengatakan padanya bahwa Aoi meninggal, Ibu sudah bilang padanya Aoi dibawa ayahnya tinggal di luar negeri.”

“Mengapa ibu berbohong?”

“Tidak boleh ada yang tahu kejadian ini, dan jangan bercerita kau seolah-olah mendengar Aoi memanggilmu, Toma akan berpikir kau sudah gila.”

Ibunya lalu keluar dari kamar, tidak lama kemudian Toma masuk ke kamar dan membawa seikat mawar putih. Toma meletakkan mawar itu di meja samping ranjang Yui.

“Bagaimana keadaanmu?” tonya Toma lembut.

Toma mengenggam tangan Yui, tangannya dingin dan tangan Toma sangat hangat.

“Aku hanya terlalu lelah.” Kata Yui.

“Aku dengar dari ibumu Aoi sudah pergi keluar negeri?”

“Iya..” suara Yui agak bergetar.



Mengapa kau tidak bilang aku mati bunuh diri??....



Lagi-lagi bisikan itu muncul, Yui merasa seluruh badannya bergetar hebat. Dia ketakutan, tangannya memegang erat pada tangan Toma.

“Yui ada apa?” tanya Toma.

“Toma aku takut sekali..”

“Takut mengapa?, aku akan di sini menemanimu.”

“Toma, sebenarnya Aoi…”

Yui belum selesai melanjutkan kata-katanya tiba-tiba pintu terbuka, rupanya dari tadi ibunya menguping dari balik pintu.

“Maaf Toma, tapi sepertinya Yui harus banyak istirahat.” Kata Ibu Yui lembut.

“Oh, baik bibi.” Kata Toma.

“Yui, aku pergi dulu. Istirahat yang banyak.”

Toma mengusap rambut Yui, lalu dia keluar dari kamar Yui. Ibu Yui mengantar Toma hingga ke depan rumah, lalu dia kembali masuk ke kamar.

“Sudah kubilang jangan mengatakan padanya.” Kata Ibunya.

Yui hanya diam, air matanya jatuh. Yui membaringkan kepalanya ke bantal, ibunya mendekati Yui dan mengusap kepalanya lembut.

“Aku tahu kau sangat terpukul sekali, tapi kau juga harus melanjutkan hidupmu.” Suara Ibunya melembut.


To be continued....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DONATE

Klik gambar

Klik gambar
peluang usaha